Sejarah Desa Tebat Pulau
Desa Tebat Pulau berasal dari bahasa Rejang yang artinya tebat merupakan danau dan pulau yang menyimbolkan perbukitan yang mengelilingi danau tersebut. Sekitar 4-5 generasi yang lalu bendungan yang menahan air danau tersebut mengalami kerusakan. Ini mengakibatkan danau tersebut mengering dan menjadi hamparan tanah yang luas. Hamparan tanah yang luas inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal terbentuknya pemukiman masyarakat desa tebat pulau.
Pada tahun 1880-an Haji Hasan bersama anak-anaknya yang bernama Seragan, Anang Duya, H. Grak Aman, HJ. Siti Riah, dan Rauna yang berasal dari Desa Pungguk Lalang membuka lahan di wilayah Desa Tebat Pulau. Haji Hasan dan keluarga inilah yang pertama kali mendiami wilayah Desa Tebat Pulau. Kemudian disusul juga warga yang berasal dari daerah Lubuk Kembang, Dusun Sawah, Tebat Tenong Dalam, dan Bengkulu Utara. Warga ini membentuk Talang atau pemukiman ditengah kebun. Kelompok masyarakat ini kemudian membangun Masjid Darus Salam.
Pada tahun 1982 Kementerian Kehutanan melakukan penataan kawasan dengan melakukan pemasangan patok batas antara kawasan hutan dan areal penggunaan lain (APL).
Setelah melakukan penataan kawasan, Pada tahun 1986 Kementerian Kehutanan melakukan penertiban terhadap masyarakat yang tinggal dan berkebun dikawasan hutan. Kementerian Kehutanan bersama TNI-Polri melakukan pengusiran berupa pembakaran pondok, penebangan tanaman kebun, dan penangkapan masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat terdesak keluar kawasan hutan. Namun karena sebagian masyarakat tidak memiliki lahan diluar kawasan hutan lindung, maka masyarakat tetap memanfaatkan kawasan hutan lindung sebagai lahan perkebunan secara “kucing-kucingan” sehingga masyarakat tidak bisa intensif dalam merawat kebunnya. Ada sekitar 300 orang yang keluar dari kawasan hutan dan hidup terpencar-pencar ke wilayah Desa Tanjung Dalam, Desa Baru Manis, Desa Talang Ajan (Desa Tebat Tenong Dalam), dan Desa Tebat Pulau. Masyarakat yang berpindah ke wilayah Tebat Pulau kemudian membangun pemukiman dan berkebun. Masyarakat ini kemudian membentuk kelompok masyarakat yang dikenal wilayahnya sebagai Talang Haji Hasan.
Pembentukan Desa Tebat Pulau melalui proses yang cukup panjang dan mengalami beberapa kali pergantian pemimpin. Pada tahun 1963 wilayah Tebat Pulau dimasukkan dalam bagian wilayah Desa Pungguk Lalang. Pada periode ini, wilayah Tebat Pulau dipimpin oleh seorang pegawo atau Kepala Dusun (Kadus) bernama Baharman. Kemudian pada tahun 1974 pergantian kepemimpinan terjadi, Tebat Pulau dipimpin oleh Ibrahim hingga tahun 1987. Setelah 13 tahun mempin, Ibrahim digantikan oleh Sabri. Kepemimpinan Sabri berlangsung hingga tahun 1998. Pada periode Sabri, status wilayah Tebat Pulau berubah statusnya menjadi Desa Persiapan Karang Jaya (Karang Jaya Persiapan). Pada tahun 1998 wilayah tebat pulau kembali mengalami pergantian kepemimpinan. Tebat Pulau dipimpin oleh seorang Perempuan dengan nama Maryam. Maryam memimpin tebat pulau selama tiga tahun atau hingga 2001. Setelah Maryam, Tebat Pulau dipimpin oleh Nawawi hingga tahun 2003. Pada 2003 secara definitf Desa Tebat Pulau telah terbentuk, namun untuk pemimpin belum dilakukan pemilihan dan masih menggunakan sistem penunjukan. Periode 2003-2006 Maryam kembali memimpin Tebat Pulau. Di Tahun 2006 untuk pertama kalinya Desa Tebat Pulau melaksanakan pemilihan Kepala Desa (Kades) secara demokratis. Terpilih pada saat itu Syamsuri yang memimpin hingga 2012. Setelah Syamsuri, Desa Tebat Pulau dipimpin oleh Pelaksana Tugas (PLT) atas nama Jen Kenedi. Pada 2013 kembali dilaksanakan pemilihan Kades yang dimenangkan oleh Heri Asmadi. Heri Asmadi kemudian memimpin hingga 2019. Sebelum dilaksanakan kembali pemilihan Kades, Tebat Pulau dipimpin oleh Camat Bermani Ulu sebagai Pelaksana Tugas Harian (PLH). Pada tahun 2020 pemilihan kades kembali dilaksanakan dan dimenangkan oleh Jeriyan yang memimpin hingga sekarang.
Pada tahun 1986 aksesibilitas wilayah Tebat Pulau masih terisolir. Untuk menuju Curup hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Keterbatasan akses tersebut menjadikan wilayah ini cukup homogen yang hanya terdiri dari suku Rejang. Pada tahun 1990-an terjadi perubahan penggunaan transportasi angkutan. Awalnya masyarakat menggunakan kerbau sebagai trasnportasi. Namun disebabkan oleh perluasan wilayah pertanian yang menimbulkan dampak menyempitnya lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat memelihara kerbau, kerbau menjadi langka dan ditinggalkan sebagai alat transportasi. Transportasi untuk mengangkut hasil pertanian berubah menjadi ojek pikul. Ojek pikul memanfaatkan tenaga manusia untuk menikul hasil pertanian untuk dibawa ke pasar. Hingga pada tahun 1994 masuk proyek padat karya pembangunan jalan yang akan menghubungkan wilayah Desa Tebat Pulau dan Curup. Proyek jalan hotmix ini selesai pada tahun 1996. Hadirnya jalan hotmix menyebabkan perubahan moda transportasi. Masyarakat mulai menggunakan sepeda motor dan mobil untuk keperluan keluar masuk desa dan membawa hasil pertanian. Selain itu, terbukanya akses jalan ini pada akhirnya mendorong masyarakat luar dapat menyentuh wilayah Desa Tebat Pulau. Mulai masuk masyarakat dari Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, dan Jawa. Motif masuknya masyarakat Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, dan Jawa adalah kebutuhan lahan pertanian. Masyarakat ini mendapatkan lahan dengan sistem sewa dan bagi hasil pengelolaan lahan pertanian. Perkembangan penduduk ini menyebabkan perubahan tata guna lahan. Lahan yang awalnya berhutan mulai banyak berubah menjadi lahan pertanian.
Dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam dan sumber mata pencaharian, Desa Tebat Pulau mengalami beberapa fase. Hanya saja komoditas kopi tidak pernah mengalami perubahan, komoditas kopi telah dimanfaatkan dari masa lampau hingga sekarang secara turun temurun. Namun sebelum kopi menjadi komoditas utama, pada tahun 1980-an Masyarakat masih memanfaatkan sumber penghasilan dari berkebun dengan komoditas padi darat dan tembakau secara ilegal di kawasan hutan lindung Bukit Daun. Kemudian dalam kurun waktu 1980-2000-an masyarakat juga melakukan aktifitas illegal logging. Kayu yang banyak ditebang yakni Meranti Udang, Meranti Sabut (Shorea dasyphylla), Meranti Tenam (Anisoptera marginata Korth). Kayu-kayu tersebut dijual kepada penampung di Kota Curup. Aktifitas illegal loging ini didorong oleh tiga faktor yakni, sumber daya kayu yang melimpah, nilai ekonomi kayu tinggi, penghasilan utama masyarakat dari kopi yang hanya panen sekali dalam satu tahun belum mencukupi untuk keperluan hidup. Aktifitas illegal logging ini terus berlangsung hingga tahun 2010. Illegal logging mulai berkurang ataubahkan dapat dikatakan tidak terjadi lagi dikarenakan pohon yang berada di hutan mulai habis dan jika tetap ingin mengambil kayu harus masuk lebih dalam ke kawasan hutan dengan aksesibilitas yang sulit.
Selain tanaman kopi, dalam catatan sejarahnya masyarakat Desa Tebat Pulau juga dikenalkan dengan komoditas holtikultura berupa cabai pada tahun 1998 oleh Dinas Pertanian dan merica pada tahun 2000 yang dibawa oleh Darso yang berasal dari Benuang Galing, Seberang Musi, Kepahiang. Cabai dikenalkan oleh Dinas Pertanian dengan program membentuk Kelompok Usaha Tani (KUT). Ini mendorong masyarakat melihat bahwa tanaman holtikulura memiliki potensi sehingga turut mengembangkan. Namun program ini hanya berjalan sekitar 2 tahun karena perilaku koruptif dari pengurus dalam mengelola dana bantuan. Pada tahun 2008 masyarakat kembali mencoba menanam cabai, namun kembali gagal karena tanaman cabai banyak yang mati. Komoditas yang sudah lama juga dikembangkan oleh masyarakat Tebat Pulau yakni padi. Pada 2013 terjadi perubahan jenis padi yang ditanam oleh masyarakat. Masyarakat mengganti jenis padi 6 bulan yang berukuran tinggi menjadi padi dengan yang lebih rendah dengan waktu panen 3 bulan. Pergantian jenis merubah cara panen dari menggunakan ani-ani menjadi sabit. Pergantian jenis ini juga diikuti dengan perluasan areal sawah dengan mengubah lahan rawa menjadi persawahan. Perluasan areal persawahan dan pembukaan lahan yang masif menyebabkan terjadinya banjir ketika musim hujan datang pada areal persawahan. Kondisi tersebut juga diperburuk karena jenis padi yang ditanam memiliki batang yang rendah sehingga rentan untuk terendam dan mengalami kegagalan tanam. Untuk menanggulangi hal tersebut, pada 2023 dilakukan perluasan badan sungai. Pada tahun 2013, masyarakat Tebat Pulau mulai mengenal penggunaan bahan kimia sintetik dalam perawatan tanaman di kebun. Pada 2015 masyarakat dengan inisiatif sendiri mulai menanam cabai sebagai tanaman sela diantara tegakkan kopi yang bertahan hingga sekarang. Selain mata pencaharian dari hasil pertanian, masyarakat tebat pulau juga bermata pencaharian dengan berternak. Pada tahun 2009 masuk program dari pemerintah untuk pengembangan ternak kambing pada tahun 2009. Namun program ini hanya bertahan selama 5 tahun. Saat ini ternak kambing dilakukan secara mandiri oleh sebagian kecil masyarakat.
Kopi yang menjadi komoditas utama Desa Tebat Pulau memiliki catatan tersendiri dalam hal pembudidayaannya. Pada tahun 1996 masyarakat menanam kopi clone ciary dan kopi manna yang berasal dari Batu Bandung, Rimbo Donok, dan Talang Karet ditanam masif oleh masyarakat. Perluasan kebun kopi terus meluas di kawasan hutan lindung bukit daun. Kemudian pada 2016 petani kopi bernama Guntur yang berasal dari Ujan Mas, Kepahiang, membawa pola budidaya baru berupa teknik sambung tunas bawah dari pohon induk lokal/pohon tua dengan entres unggul clone Arun dan Suan yang berasal dari lereng Bukit Hitam, Kepahiang. Teknik ini menghasilkan produktifitas mencapai 3 ton/ha. Dengan produktifitas yang tinggi kemudian hal ini mulai diikuti oleh petani kopi lainnya. Namun hal
tersebut juga belum lepas dari keragu-raguan petani dan minimnya permodalan untuk melakukan teknik tersebut. Beberapa tahun selanjutnya, tepatnya pada 2021 program sambung tunas memasuki masa panen raya dengan keberhasilan produktifitas yang meningkat 2 hingga 3 kali lipat dari kondisi panen normal. Namun tidak diiringi dengan peningkatan kualitas kopi akibat dari proses pasca panen yang tidak baik sehingga harga jual yang diperoleh petani tidak optimal. Karena rendahnya kualitas kopi tersebut, masyarakat menamai kopi ini dengan sebutan Suan Biji Kepet.
Dalam catatan sejarahnya Desa Tebat Pulau mengalami beberapa bencana alam dan wabah penyakit. Tercatat pada tahun 1980an terjadi gempa bumi terbesar yang pernah dirasakan oleh masyarakat Tebat Pulau. Bencana tersebut mengakibatkan robohnya rumah masyarakat dan korban luka. Kemudian gempat bumi kembali terjadi pada tahun 1998. Namun gempa pada tahun 1998 tidak mengakibatkan dampak apapun. Wabah penyakit pernah dirasakan masyarakat Tebat Pulau. Wabah ini tidak terjadi secara lokal, namun memang wabah yang terjadi secara global yakni Covid-19. Wabah ini berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Masyarakat kesulitan dalam menjalankan aktifitas sosialnya dan terhalangi untuk bisa melaksanakan acara seperti pernikahan. Namun dalam hal perekonomian, Covid-19 tidak begitu berdampak kepada masyarakat Tebat Pulau.
Dalam hal Sejarah perkembangan fasilitas dan perekonomian masyarakat, Desa Tebat Pulau mencatatkan beberapa perkembangan selain Pembangunan jalan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Untuk fasilitas pendidikan, pada tahun 1974 didirikan Sekolah Dasar (SD). Pembangunan SD ini dilaksanakan secara gotong royong oleh masyarakat. Disusul kemudian pada tahun 2006 dibangun Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berdampingan dengan SD yang sudah lebih dahulu dibangun. Selain fasilitas pendidikan, Desa Tebat Pulau juga mengalami perkembangan dalam hal fasilitas perekonomian dan keagamaan. Pada tahun 2008 dibangun pasar Desa Tebat Pulau yang menjadi pusat perekonomian masyarakat. Pasar ini dibuka sehari dalam seminggu yakni pada hari Selasa. Tidak lama setelah Pembangunan pasar, pada tahun 2011 dibangun Masjid Al-Quddus. Dalam hal akses informasi dan internet, Desa Tebat Pulau mulai tersentuh akses internet pada tahun 2021 dengan dibangunnya tower base transceiver station (BTS).

Komentar baru terbit setelah disetujui Admin